Haji Jahuri, Petani Tebu Sukses Mitra PG Djombang Baru

Feature

Selasa, 03 Januari 2023 17:31 WIB

Petani tebu adalah menjadi mitra penting bagi sebuah pabrik gula. Pabrik gula akan kesulitan produksi jika tak punya pasokan tebu dari petani. Tulisan ini menggambarkan bagaimana simboisis mutualisme antara Pabrik Gula Djombang Baru dengan tokoh petani tebu Jombang, Haji Jahuri.

Tubuh Haji Jahuri,66, tahun, terlihat masih basah oleh keringat yang keluar dari pori-pori kulitnya. Wajahnya yang bundar terlihat semringah ketika menyambut tamu dari Pabrik Gula (PG) Djombang Baru, pada Kamis 22 Desember 2022.

Petani pemilik lahan seluas 14 hektare ini mengaku baru saja pulang dari sawah. “Saya baru pulang dari sawah mengawasi orang tanam bibit tebu,” ujar Abah, panggilan Jahuri pada Ngopibareng.id dan perwakilan PG Djombang Baru di rumahnya yang jembar di Desa Jogoloyo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Dari 14 hektare itu, 11 hektare ditanami tebu, sisanya 3 hektare untuk tanaman padi dan polowijo. Untuk menggarap sawahnya yang luas, ada 6 orang pekerja tetap. Para buruh tani ini dibayar melebihi upah minimum regional (UMR). Juga makan, kopi dan juga jajanan yang diantar ke sawah.

Tetapi jika panen tebu datang, pekerjaan di sawah jadi menumpuk. Pekerja bisa ditambah menjadi 20 hingga 25 orang. Mereka bertugas menebang tebu, berikut mengangkat dari lahan ke truk dan kemudian dikirim ke PG Djombang Baru di Jalan Jenderal Soedirman Kota Jombang atau berjarak sekitar 15 kilometer dari Desa Jogoloyo.

Saat tebang tebu itulah, Abah Jahuri kerap berhari-hari berada di ladang hingga malam. Mulai dari mengawasi pekerja, menghitung berat tebu yang dibutuhkan pabrik, hingga membayari pekerja.

”Wah, kalau panen tebu ya rame, sampai lembur,” ujar pria yang kini masih menjabat sebagai Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kecamatan Sumobito, Jombang ini.

Haji Jahuri, petani tebu sukses dari Desa Jogoloyo Kecamatan Sumobito,vJombang, bersama tim dari PG Djombang Baru. (Foto: Sujatmiko)
Haji Jahuri, petani tebu sukses dari Desa Jogoloyo Kecamatan Sumobito,vJombang, bersama tim dari PG Djombang Baru. (Foto: Sujatmiko)

Saat sibuk, kadang satu dari tiga anaknya ikut bantu di sawah. ”Anak tani yo kudu ngerti pertanian (anak seorang petani harus tahu pertanian),” imbuhnya dengan Bahasa Jawa yang medok.

Yang juga tak kalah pentingnya, bagaimana Abah Jahuri mengatur antara waktu panen tebu diselaraskan dengan musim giling tebu di pabrik gula. Untuk penghitungan hari dan bulan biasanya sudah terjadwal antara petani tebu dengan pihak pabrik gula. Masa panen tanam tebu umurnya 11-12 bulan. Sedangkan masa giling tebu biasanya digelar pada musim peralihan, dari hujan ke panas. Waktunya antara 90 hingga 110 hari atau 3 hingga 3,5 bulan.

Tiga Kali Haji dan Sekali Umroh

Bercerita soal kesuksesan mengelola tanaman tebu, tak lengkap jika belum mendengarkan cerita Abah Jahuri. Dia mengaku mulai tanam tebu di sawahnya pada tahun 1990-an, dari sebelumnya pracangan (dagang kebutuhan pokok dan sayuran).

Abah Jahuri adalah sosok pekerja keras, loyal terhadap profesinya, juga berkomitmen atas apa yang dilakukan. Itu ditunjukkan ketika dirinya, bersama kelompok tani bekerja sama dengan PG Djombang Baru dimulai tahun 1990 silam. Selama 32 tahun lebih, Abah Jahuri membuat pelbagai kegiatan. Seperti bergabung di Koperasi Rosan Abadi (tebu abadi) dan merangkul para kelompok tani di sejumlah kecamatan di Kabupaten Jombang.

Awal cerita gabung dengan PG Djombang Baru, Abah Jahuri menyediakan lahan sekitar 4 hektare. Lahan itu sebagian miliknya dan sewa tanah sawah tetangganya di Desa Jogoloyo, Sumobito. Dirinya masuk sebagai petani binaan bersama lebih dari 4000 petani tebu di seluruh Kabupaten Jombang. Hasil panen tebu ketika itu rata-rata antara 7 hingga 8 ton per hektar atau taraf sedang.

Untuk meningkatkan pelbagai cara, Abah Jahuri menerapkan sejumlah cara. Di antaranya menggunakan sistem reynoso, yaitu dengan prinsip membuat got-got penampungan dan pembuangan air. Sistem ini bisa dikerjakan manual atau juga sebagian tenaga mesin.

Simulasi pengolahan model pengolahan lahan tebu bersama para petani di Desa Jogoloyo, terus dilakukan Abah Jahuri. Dirinya tak segan-segan menghubungi ahli tanah dan pertanian di Jombang. Mengajak petani berorganisasi, seperti membuat kelompok tani, bergabung dengan koperasi juga belajar tentang pola tanam tebu dan sebagainya.

Ikhtiar yang dilakukan Abah Jahuri membuahkan hasil. Dari awalnya bercocok tanam padi dan palawija, kemudian beralih ke petani tebu untuk suplai ke PG Djombang Baru. Tak disangka, hasil pertanian meningkat hingga 3 kali lipat.

Sebagai rasa syukur, tahun 1999, Abah Jahuri daftar haji bersama istrinya. Lalu tahun 2006 dan 2019 juga kembali berangkat haji. Disela-sela itu tahun 2012 berangkat ibadah umroh.

”Saya bersyukur kepada yang memberi rezeki,” tegasnya.

Diakui oleh Abah Jahuri, biaya pergi haji dan umroh, didapatkan setelah bergabung dengan PG Djombang Baru. ”Saya ini gak bisa pindah-pindah ke pabrik gula lain, pokoknya ya Djombang Baru,” tandasnya.

Petani Loyal Binaan PG Djombang Baru

Humas PG Djombang Baru Syaiful Affandi, menyebut peran petani sangat vital dalam penyediaan bahan baku tebu. Disebut vital karena, jika sebuah perusahaan pabrik gula kehilangan stok bahan baku, akan segera gulung tikar.

”Itu prinsip dan banyak contoh pabrik gula tutup karena kehabisan bahan baku tebu,” ujarnya pada Ngopibareng di kantornya,

Menurut Syaiful Affandi, dibutuhkan hubungan yang baik antara perusahaan, petani dan pihak ketiga yang mewadahi kepentingan antar-keduanya. Dalam posisi ini, peran petani menjadi penting. Sedangkan perusahaan gula, harus bisa menjadi mediator yang baik.

Contohnya, lanjut Syaiful, saat PG Djombang Baru menggelar giling tebu. Pabrik membutuhkan minimal 2500 ton tebu per hari sesuai kapasitas mesin. Padahal waktu gilang bisa membutuhkan waktu sekitar 110 hari, sehingga jika ditotal butuh tebu dalam jumlah besar. “Jadi kebutuhan tebu selama musim giling itu, 2500 ton dikalikan 110 hari,” tandasnya.

Pertanyaannya, dari mana bahan baku tebu yang harus didapat pabrik? ”Tentu saja dari petani,” imbuh Syaiful.

Untuk itu PG Djombang Baru, telah melakukan pelbagai cara bagaimana berkomunikasi yang baik dengan pelbagai pihak. Misalnya, dengan para pegawai di PG Djombang Baru yang berpengalaman di bidang pelayanan masyarakat. Memfasilitasi kelompok tani, organisasi para petani dengan pemerintah daerah juga perusahaan pengolahan pupuk dan tenaga ahli tanaman.

Contohnya, melibatkan para petani binaan di bidang usaha PG Djombang Baru. Ada koperasi yang menjadi mitra perusahaan untuk prasyarat pengadaan bahan baku tebu. Terutama penyediaan tebu selama musim giling. ”Kita merekrut dan mengajak petani yang loyal dan tahu kebutuhan perusahaan,” tegas Syaiful.

Jadi, lanjut Syaiful, petani yang direkrut di koperasi ini, punya skill tambahan. Bisa menghubungkan ke kelompok tani, membantu pendataan jumlah tebu yang ditanam di lapangan. Kemudian membantu proses administrasi tebu milik petani untuk dibeli perusahaan. Ada beberapa petani yang dinilai loyal membantu.

Mereka tersebar di daerah-daerah. Dari Jombang, Lamongan, Bojonegoro, Rembang, Tuban dan Blora. ”Jadi di daerah-daerah kita punya petani yang loyal dan militan binaan perusahaan. Contohnya Abah Jahuri, petani asal Desa Jogoloyo, dengan segala prestasinya,” tegasnya.

Tim Editor

Sujatmiko

Reporter

Amir Tejo

Editor

Berita Terkait

Minggu, 14 April 2024 05:14

Petugas Kebersihan Rela Bekerja di Hari Raya Demi Kebersihan Kota

Senin, 08 April 2024 05:46

Tak Ada Pembeli, Peralatan Dapur ini Hanya Jadi Pajangan

Jumat, 15 Maret 2024 06:04

Mesigit Tebon, Jejak Sejarah Ajaran Toleransi Mbah Jumadil Kubro

Kamis, 14 Maret 2024 04:40

Jejak Dakwah Mbah Jumadil Kubro di Desa Jipang Cepu Blora

Bagikan Berita :